Gerakan “Jangan Bugil Depan Kamera” (JBDK) sebuah LSM di tanah air  menyebutkan bahwa berdasarkan hasil survey yang dilakukan selama 2010,  masyarakat Indonesia berada pada urutan ke empat di dunia yang suka  membuka internet untuk situs pornografi.
 

Seringkali  penyimpangan perilaku yang berujung pada seks bebas dipicu dari situs  internet porno
 
“Pada tahun 2008 dan 2009, Indonesia berada pada urutan ke tiga dari  beberapa negara di Asia setelah Vietnam, Kroasia dan beberapa negara  eropa lainnya,” kata Ketua Gerakan JBDK pusat, Peri Umar Farouk, saat  tampil sebagai nara sumber pada sosialisasi Undang-Undang Nomor:44/2008  tentang pornografi di kendari, Rabu.
 
Kegiatan advokasi dan edukasi terkait sosialisasi UU Pornografi itu  difasilitasi oleh Dinas Perhubungan Sultra bekerjasama dengan Direktorat  Kelembagaan Komunikasi Pemerintahan, Kementerian Komunikasi dan  Informatika pusat.
 
Menurut Peri, sosialisasi tentang UU Pornografi dipandang sangat  penting, karena selama UU Nomor: 44/2008 itu lahir seakan-akan  masyarakat belum tahu apa pengaruh UU itu dalam kehidupan sehari-hari,  terutama berkenan dengan masih maraknya fenomena pornografi di tanah air  dampak dari teknologi internet.
 
Ia mengatakan, kegemaran masyarakat indonesia yang mengakses dengan  kata kunci “sex” pada jaringan internet, penggemarnya selain dari  kalangan remaja dengan usia antara 14-26 dan 30-45 tahun merata di  seluruh daerah di Indonesia, dengan mengakses selain di warung  telekomunikasi (warnet) juga dari perkantoran.
 
“Meski dalam UU pornografi itu menyebutkan bahwa yang tidak terjerat  dalam hukum pidana adalah membuat, memiliki atau menyimpan materi  pornografi untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri namun, dengan  pertimbangan lain, setiap individu secara sukarela lebih aman  membebaskan diri atau menjauhkan untuk tidak membuka situs pornografi,”  ujarnya.
 
Oleh karena itu, kata Peri Umar, untuk tidak lebih meluasnya  penggunaan internet yang mengakses situs berbau pornografi, pemerintah  dan masyarakat wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan dan  penggunaan pornografi (pasal 17) dalam UU Pornografi tersebut.
 
Artinya bahwa, masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana  dimaksud dalam pasal itu berhak mendapatkan perlindungan sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan.
 
“Warga masyarakat yang melakukan pelanggaran apakah itu yang  memproduksi, membuat dan memperbanyak dan menyebarluaskan maka sanksi  pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama 12 tahun atau  denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 6 miliar,”katanya.
 
Oleh karena itu, kata Peri Umar, dengan kegiatan sosialisasi UU  pornografi tersebut, meski sifatnya sangat singkat tetapi pemahaman  terhadap pornografi khususnya bagi peserta yang ikut pertama kali ini  bisa menyosialisasikan kepada orang lain ataukah tetangga terdekatnya.
 
Sudah saatnya, bagi lingkungan kerja, perusahaan atau koperasi  membuat kebijakan-kebijakan dalam profesionalitas badan kepegawaiannya,  yang berkaitan erat pencegahan pornografi di lingkungan kerjanya. “Bila  perlu cantumkan pemberian sanksi yang berat untuk penyalagunaan  fasilitas kantor berkenaan pornografi,” katanya.
 Sungguh fakta yang memprihatinkan, terutama bagi masa depan generasi  muda di kemudian hari yang mana merekalah bakal penerus pembangunan dan  kelangsungan hidup bangsa ini kelak. Karena moral dan akhlah merupakan  modal dasar yang sangat penting untuk mewujudkan manusia Indonesia  seutuhnya.
sumber: http://ruanghati.com/2010/07/13/astaga-indonesia-juara-4-pengakses-situs-porno-terbesar-di-dunia/