The best Angkot di Indonesia kayaknya harus diberikan ke Kota Padang, yang belum pernah ke Padang , pastinya ga percaya kalau angkot2 disana itu banyak yang dimodifikasi. Soalnya orang Padang itu “pamiliah” (pemilih) angkot.Kalau Angkotnya jelek (biasa aja ga dimodifikasi) dan ga ada musik, ga ada penumpang yang mau naik.
Ingatan saya kembali ke masa lalu waktu masih sekolah di Padang. di kalangan anak sekolah, naik angkot jelek dan tidak dihias bisa kena sanksi sosial alias dicap tidak gaul. tidak dihias? yup. angkot-angkot di Padang merupakan seni. seni dekorasi dan seni marketing.
pertama, seni dekorasi. berdasarkan ingatan dan penglihatan saya saja, angkot yang pertama dihias hanya ditempel stiker superbesar di kaca belakangnya atau ditambah bumper di depannya yang dicat warna seronok. setelah itu merambah deh stiker-stiker itu ke kaca depan, kaca samping, bodi samping mobil, bahkan pelek. kalaupun tidak dipenuhi stiker, kacanya pun yang berwarna gelap, sehingga tampak lebih “mahal”. kadang gambar-gambar atau tulisan dekorasi itu bukan hanya stiker yang ditempel, tapi juga dicat!
angkot macam ini tidak lengkap tanpa sound system yg canggih. lagu-lagu di angkot hampir selalu bisa terdengar ke luar. bahkan dari jarak 50 meter. lagunya beragam dari dangdut, dangdut disko, lagu minang, minang disko, pop, rok, disko, alternatif, barat dan indonesia. anak sekolah umumnya cuma mau naik angkot dengan musik keren (maksudnya selain dangdut dan lagu minang). saya ingat seorang sopir angkot mengganti lagu minang yang sedang diputarnya agar anak sekolah mau naik. memang kalau ketahuan naik angkot yang lagi pasang lagu dangdut atau minang, rasanya malu. pernah juga seorang teman sok-sok berjoget mengikuti lagu dangdut di depan sebuah angkot yang ngetem. ternyata ia sedang meledek temannya yang ada dalam angkot itu. saya sendiri, terutama paling sebal kalau terjebak masuk angkot yang sedang memutar lagu Kutang Barendo. kayak gak ada lagu lain aja.
kedua, seni marketing. entah sadar atau tidak, sopir-sopir angkot ini telah mengamalkan integrated marketing system yang mungkin tidak pernah dipelajarinya di bangku kuliah (bukannya meremehkan, tapi kalau mereka punya ilmu manajemen pemasaran, gak bakal jadi sopir angkot). karena penasaran, saya bertanya pada teman yang bapaknya pernah punya armada 12 biskota dan bis antar kota (fyi, yang dihias bukan hanya angkot minivan, tapi biskota juga). katanya memang sopir-sopir itu berinisiatif menghias bis mereka, karena didorong persaingan. menyetir bis dengan hiasan keren, ternyata merupakan prestise bagi sopir-sopir itu. lagipula, hiasan di bis toh berhubungan dengan jumlah penumpang. kalau ada dua bis ngetem; yang satu dihias dan yang satu tidak, maka penumpang akan memilih yang dihias. maka tersingkirlah orang-orang seperti uda saya itu yang masih berpikir kalau menghias angkot cuma added-value. menghias angkot adalah investasi.
oh, ya, soal dekorasi, jangan bayangkan stiker-stiker yang memenuhi badan mobil itu adalah tulisan-tulisan seperti “susah senang berdua” atau “kutunggu jandamu”. beuhhh…! stiker superbesar atau hasil cat yang dipasang di kaca depan atau belakang angkot adalah bentuk logo produk-produk tertentu, walaupun banyak juga yang memasang nama anak. makanya, angkot-angkot itu jadi punya nama. dulu sobat saya si Rika itu punya angkot favorit tiap kali ke rumah saya (jaman dulu memang angkot yang keren cuma yang jurusan rumah saya), namanya OP (dari logo merek baju Ocean Pacific), dan kami pernah menunggu 2 jam untuk angkotnya itu, hanya untuk menemukan bahwa si sopir OP sedang memutar lagu dangdut akhirnya Rika memilih menunggu angkot yang lain yang lebih “keren” lagunya. saya juga ingat ada angkot yang memasang logo sendal jepit OGAN di kaca depannya. sudah kayak mobil F1, penuh logo-logo sponsor di badannya. anyway, sopir OP itu tahu tidak ya, kalau brand-nya sudah nancep di kepala si Rika. sama seperti penggemar kopi yang hanya mau beli Starbucks.
dan seperti Starbucks yang diikuti oleh kafe-kafe semacamnya (itu tuh, kafe tempat ngopi atau ngedonat atau ngesandwich yang lebih menjual suasana; enak untuk dijadikan tempat ketemuan dan kongkow2), angkot keren yang dulunya cuma ada di jurusan rumah saya, sekarang sudah menular ke beberapa trayek lain. saudara sepupu yang saya sebut-sebut tadi, trayeknya jauh dari rumah saya, yang dulunya angkotnya memang standar seperti di Jakarta.
dari segi dekorasinya juga udah berkembang. dulu cuma stiker-stiker dan cat serta musik. angkot sekarang sudah ada tivi, video klip, dan tema seperti di foto. apalagi biskota. dulu jaman saya sekolah, biskota memang sudah dihias juga, dengan musik superberisik. terakhir waktu saya ke kampus UNAND (kira2 tahun 2004), biskotanya sudah pakai tivi dan lampu bulat warna warni seperti di klub. untung penumpangnya tidak sampai dugem hehehe...
saya hanya pernah melihat angkot macam ini di cilegon. di tivi juga saya pernah lihat, tapi itu di suatu kota di Sulawesi, saya lupa tepatnya. waktu saya cerita itu di rumah, kakak saya langsung nyeletuk, itu sopirnya pasti orang padang.” well well well, apa itu namanya? ekspansi? penciptaan trend? apa culture naik-angkot-harus-yang-keren sudah menular ke kota lain? sama seperti culture koran Kompas. tahu kan koran Kompas? teman saya yang pernah training di sebuah stasiun televisi cerita, waktu semua peserta training disuruh membawa koran, 2/3nya membawa Kompas.
sumber: kaskus.us